Sejak para pemimpin Israel mendeklarasikan sebagai negara merdeka 61 tahun lalu, dan AS memberikan ucapan selamat kepada Perdana Menteri Israel David Ben Gurion, sejak itu pula, sejatinya AS yang selalu dikatakan sebagai negara ‘Super Power’ telah bertekuk lutut di hadapan Israel.
AS bukan lagi sebagai negara yang berdaulat di hadapan Israel, tetapi sudah menjadi alat Israel, guna menjajah dan melakukan kejahatan kemanusiaan di berbagi wilayah.
Sepanjang sejarahnya AS sebagai negara ‘Super Power’ tidak pernah menolak permintaan Israel, dan berulangkali AS menyelamatkan negara Zionis itu dari kehancuran dan malapetaka. Seperti ketika berlangsung perang tahun 1973, di mana pasukan Mesir telah berhasil menghancurkan benteng ‘Barlev’, yang menjadi kebanggaan Israel, dan pasukan Mesir telah masuk ke wilayah Israel, AS menyelamatkannya.
Menlu AS Henry Kissinger memobiliasi pasukan Nato, membantu menyelamatkan Israel dari kepungan pasukan Mesir. Israel selamat.
Perang-perang sebelumnya seperti di tahun 1967, peranan AS sangatlah besar, mengalahkan negara-negara Arab, dan bukan semata kehebatan militer dan intelijen Israel, tetapi semata-mata dukungan AS, yang mempunyai peranan sangat penting bagi kemenangan Israel terhadap negara-negara Arab.
AS selalu membela atas segala kejahatan yang dilakukan Israel. Tidak layak AS menyatakan diri sebagai negara yang menganut demokrasi dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia (HAM ), karena faktanya membiarkan segala kejahatan yang dilakukan Zionis-Israel atas bangsa Arab dan Palestina.
Kejahatan yang dilakukan Zionis-Israel sudah tak dapat dihitung lagi. Pembantaian demi pembantaian terhadap bangsa Arab dan rakyat Palestina berulang-ulang.
Mulai pembantaian di Dier Yasin, sampai pembantaian Sabra Satila, dan terakhir pembantaian atas rakyat Gaza, Desember 2008, yang lalu. AS dengan tanpa malu menolak laporan yang dibuat seorang mantan jaksa Afrika Selatan Richard Goldstone, yang menyebutkan adanya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel, tetapi laporan Goldstone, tidak dapat menghukum Israel.
Satu-satunya negara di muka bumi yang melakukan kejahatan keji dan biadab, tanpa mendapatkan hukuman hanyalah Israel. Bahkan, negara yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak-hak asasi manusia (HAM), menutup mata atas segala kejahatan yang dilakukan oleh Zionis Israel. Sehingga, Israel terus melakukan kejahatannya, tanpa batas dan tidak dapat dihukum, karena semuanya itu, tak lain, ada faktor negara yang bernama AS, yang selalu memberikan dukungan kepada Israel.
Siapapun yang menjadi Presiden AS, pasti akan selalu memberikan dukungan tanpa batas kepada Israel. Bagaimana Israel yang selalu setiap hari membunuhi rakyat Palestina, serta mengusir mereka, tetapi justru yang dituduh sebagai teroris adalah Hamas?
Ini suatu yang tidak masuk diakal. Akal sehat masyarakat dunia sudah mati, ketika berkaitan dengan kasus Israel. Termasuk AS yang selalu melakukan campur tangan (intervensi) ketika ada sebuah negara dituduh melakukan kejahatan pelaranggaran HAM, dan akan mengambil tindakan militer. Seperti yang terhadap Sudan, Libya, Afghanistan, dan Iraq. Tetapi, terhadap Israel yang terang-terangan melakukan kejahan kemanusiaan, AS masih tetap mendukungnya.
Ini membuktikan, bahwa AS tidak lagi sebagai negara yang berdaulat, ketika harus berhadapan dengan Israel.
Perdana Menteri Israel Netanyahu, secara terang-terangan berani melecehkan pemimpin AS, setingkat Wapres Joe Biden, yang melakukan kunjungan ke Israel, dan ketika sampai di Israel, seorang pejabat setingkat menteri mengumumkan tentang pembangunan 1.600 pemukiman baru bagi Yahudi di Jerusalem Timur.
Padahal, kunjungan Joe Biden itu, ingin membuka kembali perundingan perdamaian antara Israel dengan Palestina yang sudah menemui jalan buntu. Tetapi, Joe Biden sudah di ‘terpedo’ oleh soerang pejabat Israel yang mengumumkan pembangunan pemukiman baru di Jerusalem Timur.
Tentu, yang lebih menampar muka AS, ketika Presiden Barack Obama mengumpulkan para pemimpin dunia, di Washington, tujuannya untuk menghadiri konferensi pengurangan dan perlucutan senjat nuklir, justru Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu menolak datang dan menolak ikut menadatangani perjanjian nonproliferasi nuklir (NPT). Padahal, seperti pengakuan Vanunu, seorang ilmuwan nuklir Israel, bahwa negara Zionis itu mempunyai 100-200 kepala hulu ledak nuklir. Tetapi, Netanyahu menolak untuk ikut menandatangani perjanjian itu.
Yang paling getir adalah pernyataan Netanyahu, yang mengatakan bahwa Presiden (AS) itu, tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Dan, yang memiliki kekuasaan adalah kongres, media massa, kalangan pemikir dan lobbi Yahudi, ucap Netanyahu. Karena itu, Israel tidak mau tunduk kepada tekanan AS, yang menginginkan agar Israel menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur .
Israel benar-benar menjadikan AS dan para pemimpinnya seperti ‘kacung’, yang tidak mempunyai pengaruh apapun atas mereka (Israel). Dan, para pemimpin Zionis itu dengan mudah mendiktekan semua kepentingannya kepada AS.
sumber
loading...