INILAH ORANG YANG BERPERAN PENTING DALAM PENDIRIAN PASUKAN ELITE INDONESIA YANG SEKARANG KITA KENAL DENGAN NAMA KOPASSUS
Foto Mayor Moh.Idjon Djanbi (Rokus Bernardus Vesser)
memberikan arahan kepada staf latihan komando sebelum pendaratan laut
Mayor Inf . Moh Idjon Djanbi bergambar bersama mantan pelatih Komando, paling kanan almarhum Sarwo Edhie Wibowo, ayah Ibu Ani Yudhoyono
Karier di militer Belanda
Terlahir sebagai putra seorang petani Tulip yang sukses. Selepas
menyelesaikan kuliahnya, Visser muda membantu ayahnya berjualan bola
lampu di London. Ketika itu perang dunia kedua dimulai dan karena tidak
bisa pulang ke Belanda yang dikuasai oleh Jerman, Visser mendaftarkan
pada dinas Ketentaraan Belanda yang mengungsi ke Britania dan membentuk
kekuatan baru disana. Setelah itu dia ditugaskan menjadi sopir Ratu
Wilhemena. Setelah setahun di post tersebut dia mengundurkan diri dan
mendaftarkan diri di sebagai operator radio (Radioman) di
pasukan Belanda ke 2 (2nd Dutch Troop). Bersama dengan pasukan sekutu,
Visser merasakan operasi tempurnya yang pertama, yaitu Operasi Market Garden pada
bulan September 1944, saat itu pasukan Belanda ke 2 bagian dimana
Visser berada, dimasukan dalam Divisi Lintas Udara 82 Amerika Serikat.
Diterjunkan melalui pesawat layang Visser dan teman-teman Amerikanya
mendarat di bagian dengan konsentrasi pasukan Jerman tinggi. Dua bulan
kemudian saat dikumpulkan kembali, Visser digabungkan dengan pasukan
Sekutu yang lain dan melakukan operasi pendaratan amphibi di Walcheren,
sebuah kawasan pantai di Belanda bagian selatan.
Karena dianggap berprestasi maka dia disekolahkan di Sekolah Perwira
sebelum di kirim ke Asia. Selanjutnya Viser dikirmkan ke Sekolah Pasukan
Para di India dan dimaksudkan bergabung dengan pasukan untuk memukul
kekuatan Jepang di Indonesia. Kekalahan pasukan Jepang pada 1945
mengakhiri perang dunia ke 2 dan Jepang mundur dari Indonesia sebelum
pasukan Visser sempat dikirimkan ke Indonesia. Mundurnya Jepang dari
Indonesia membuka peluang kepada Belanda untuk kembali menguasai
Indonesia.
Karena keadaan di Belanda sedang kacau dan mereka tidak mampu
mengirimkan pasukan dari Eropa ke Indonesia, maka mereka berusaha
membentuk kesatuan unit khusus di India dengan mendirikan School voor Opleiding van Parachutisten (sekolah pasukan terjun payung) dan
pasukan ini dikirim ke Jakarta pada 1946. dibawah pimpinan Letnan
Visser, sekolah ini kemudian di pindah ke Jayapura (Hollandia) di Irian
Jaya yang waktu itu dinamakan Dutch West Guinea oleh Belanda, menempati
sebuah bangunan rumah sakit Amerika yang telah ditinggalkan oleh pasukan
Douglas Mc Arthur.
Dengan segala kondisi yang ada Visser ternyata menyukai hidup di Asia,
sehingga dia meminta istrinya (wanita Inggris yang dinikahinya semasa
perang dunia 2) dan keempat anaknya untuk ikut dengannya ke Indonesia.
Ketika istrinya menolak, Visser memilih untuk bercerai. Saat kembali ke
Indonesia pada 1947, Sekolah pimpinannya sudah dipindah ke Cimahi,
Bandung dan Viser dipromosikan naik pangkat menjadi Kapten. Selama tahun
1947 sampai akhir 1949, Sekolah pimpinan Kapten Visser terus melahirkan
tentara terjun payung sampai saat dimana Belanda harus menyerahkan
kekuasaaanya kepada Republik Indonesia. Karena sudah merasa nyaman
dengan gaya hidup Asia, maka Kapten Visser memutuskan untuk tinggal di
Indonesia sebagai warga sipil. Keputusan ini sangat berisiko, karena
walaupun dia bukan termasuk pasukan baret hijau belanda yang dikenal
sangat kejam (Visser sendiri berbaret merah), tapi tidak ada yang bisa
meramalkan bagaimana keamanan seorang mantan perwira penjajah di negara
jajahanya yang baru saja merdeka. Akhirnya dia menetapkan keputusannya
untuk tinggal di Indonesia, pindah ke Bandung , bertani bunga di Pacet,
Lembang, memeluk agama islam, menikahi kekasihnya yang orang Sunda dan
mengubah namanya menjadi Mochammad Idjon djanbi.
Membentuk pasukan khusus Indonesia
Pengalaman Idjon Djanbi sebagai anggota pasukan komando pada Perang Dunia II telah menarik perhatian Kolonel A.E. Kawilarang untuk
membantu merintis pasukan komando. Idjon Djanbi kemudian aktif di TNI
dengan pangkat Mayor. Idjon segera melatih kader perwira dan bintara
untuk menyusun pasukan.
Kemudian pada tanggal 16 April 1952 dibentuklah pasukan istimewa tadi dengan namaKesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi (Kesko TT. III/Siliwangi) dengan Mayor Infanteri Mochammad Idjon Djanbi sebagai komandannya.
Karena satuan Komando ini perlu didukung dengan fasilitas dan sarana
yang lebih memadai dan operasional satuan ini diperlukan dalam lingkup
yang lebih luas oleh Angkatan Darat, maka Kesko TT. III/Siliwangi
beralih kedudukan langsung dibawah komando KSAD bukan dibawah Teritorium
lagi dan pada bulan Januari tahun 1953 berganti nama menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD).
Pada tanggal 29 September 1953 KSAD mengeluarkan Surat Keputusan
tentang pengesahan pemakaian baret sebagai tutup kepala prajurit yang
lulus pelatihan Komando. Latihan lanjutan Komando dengan materi
Pendaratan Laut (Latihan Selundup) baru bisa dilakukan pada tahun 1954
di Pantai Cilacap Jawa Tengah.
Pada tanggal 25 Juli 1955 KKAD berubah namanya menjadi Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD). Yang menjadi komandan adalah Mayor Mochammad Idjon Djanbi.
Untuk meningkatkan kemampuan prajuritnya, tahun 1956 RPKAD
menyelenggarakan pelatihan penerjunan yang pertama kalinya di Bandung.
Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, maka Mayor Infanteri
Mochammad Idjon Djanbi menginginkan agar prajurit RPKAD memiliki
kemampuan sebagai peterjun sehingga dapat digerakkan ke medan operasi
dengan menggunakan pesawat terbang dan diterjunkan di sana. Lulusan
pelatihan ini meraih kualifikasi sebagai peterjun militer dan berhak
menyandang Wing Para.
Berhenti dari pasukan khusus
Pada tanggal 25 Juli 1955, Wapres Moh. Hatta meresmikan peningkatan KKAD
menjadi RPKAD dan dikepalai tetap oleh Mayor Mochamad Idjon Djanbi
dengan Kastaf Mayor Djaelani yang juga merangkap sebagai Komandan SPKAD
(sekolah Pasukan Komando Angkatan Darat) dibantu oleh Letnan LB
Moerdani sebagai wakilnya.
Di bawah pimpinan Mayor Djaelani dan wakilnya LB Moerdani, pendidikan
komando mulai memperlihatkan hasil yng cukup memadai walaupun banyak
kekurangan tenaga pengajar maupun dana, dan hal tersebut melipatgandakan
keefektifan tempur pasukan.
Pimpinan MABESAD melihat celah untuk mengambil alih kepemimpinan di
RPKAD ke orang asli pribumi tetapi hal tersebut tercium oleh mayor
Djanbi, dan setelah Djanbi ditawarkan jabatan baru yang jauh dari
pelatihan komando, Mayor Djanbi marah dan meminta pensiun.
Kebetulan pada saat itu di tahun 1956, Indonesia sedang aktif
menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik asing dan Moh Idjon Djanbi
yg sudah menjadi WNI diberi jabatan mengepalai perkebunan milik asing yg
dinasionalisasi.
Tetapi ia tetap tidak pensiun sebagai anggota RPKAD (di”karyakan”), pada
1969 pada saat ulang tahun RPKAD Mayor Moh. Idjon Djanbi diberi
kenaikan pangkat menjadi Letnan Kolonel
loading...