Hubungan Indonesia kembali memanas dengan tetangga terdekatnya,
Singapura. Panasnya hubungan Indonesia-Singapura dipicu oleh pemberian
nama Usman dan Harun sebagai kapal perang TNI. Usman dan Harun yang
pernah mengebom Singapura tentu dianggap musuh oleh Singapura tetapi
tidak untuk Indonesia. Kedua sosok ini tidak bisa dilepaskan dari
sejarah kepahlawanan Indonesia.
Reaksi Singapura ini dianggap berlebihan oleh pihak Indonesia. Indonesia
pun bersikeras tidak akan mengganti nama tersebut karena pemberian nama
merupakan otoritas TNI. Singapura yang berpenduduk sekitar 5 jutaan ini
harusnya sadar diri sebab sejarah mencatat Singapura kerap kali membuat
Indonesia merugi. Bukan hanya soal nama seperti yang diributkan
Singapura, kerugian yang ditimpakan kepada Indonesia sudah mencakup
semua aspek. Mulai dari politik, ekonomi, budaya sampai pertahanan.
Berikut adalah lima kenakalan Singapura yang pernah membuat Indonesia meradang.
1. Tak mau jalin perjanjian ekstradisi
Setelah menunggu selama 28 tahun lamanya, pemerintah Indonesia dan
Singapura akhirnya menandatangani perjanjian ekstradisi. Perjanjian ini
diteken oleh Menteri Luar Negeri Hassan Wirayuda dan Menlu Singapura
George Yeo, yang disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada 27 April 2007.
Dalam perjanjian ini seolah Singapura memberi angin segar bagi Indonesia
untuk menangkap banyak koruptor yang bersarang di Negeri Singa itu.
Tetapi perjanjian ini nyatanya hanya janji surga yang diberikan
Singapura. Singapura menyertakan perjanjian pertahanan yang amat
menguntungkan Singapura. Mereka ingin memakai wilayah Indonesia sebagai
tempat latihan mereka perang.
Realisasi perjanjian ini menjadi kian jauh dari kenyataan. Sebab DPR tak
kunjung meratifikasi perjanjian ini. Alasannya tak lain karena
Singapura dinilai sewenang-wenang menyertakan perjanjian pertahanan
dalam perjanjian ekstradisi tersebut. Betapa tidak, Singapura
menginginkan tentaranya bisa berlatih selama 15 hari setiap bulan dengan
ketentuan teknis dipegang oleh Singapura.
"Perjanjian ekstradisi tidak mendapatkan ratifikasi dari DPR karena
perjanjian itu dikaitkan dengan perjanjian kerjasama pertahanan. Pada
saat itu, DPR menolak banyak sekali wilayah-wilayah kita yang akan
dipergunakan untuk latihan bersama antara Indonesia dengan Singapura,"
jelas Marzuki saat bertemu dengan Ketua Parlemen Singapura Halimah
Yacob, usai Courtesy Call Presiden AIPA, di Bandar Seri Begawan, Brunei
Darussalam, Kamis (19/09).
Tarik ulur perjanjian ini semakin panjang dan nasib koruptor Indonesia masih berada di tangan Singapura.
2. Buang Limbah
Bukan hanya soal perjanjian ekstradisi, Indonesia pun pernah dibuat
gregetan dengan tingkah Singapura yang membuat sampah di perairan
Indonesia. Perairan Kepulauan Riau yang sering menerima limbah dari
negara Lee Kuan Yew. Hal ini tidak terjadi sekali, aksi buang sampah ini
berlangsung terus menerus hingga bertahun-tahun.
Bukan cuma limbah organik, kapal-kapal Singapura juga tanpa beban
membuang limbah bahan berbahaya dan beracun. Akibatnya keberadaan biota
laut menjadi terancam. Bukan cuma makhluk hidup yang mati, pencaharian
nelayan terganggu akibat hak ini.
Pemerintah mengaku tengah mengumpulkan bukti-bukti untuk menuntut
pertanggungjawaban Singapura. Aparat kepolisian dan TNI diharapkan terus
melakukan upaya penjagaan dan pencegahan agar hal serupa tidak
terulang.
3. Keruk pasir untuk reklamasi
Indonesia pernah dikagetkan dengan ekspor pasir besar-besar ke
Singapura. Ekspor pasir tersebut adalah upaya untuk membuat wilayah
Singapura semakin luas. Ekspor yang berlangsung selama belasan tahun
memberikan dampak yang signifikan terhadap Singapura. Betapa tidak
daratan Singapura maju sejauh 12 kilometer dari original base line
perjanjian perbatasan Indonesia-Singapura pada 1973. Untuk perbandingan
luas Singapura Pada tahun 1975 adalah 596 kilometer kemudian meluas
menjadi 774 kilometer pada 2010. Proyek reklamasi dilakukan di selat
antar pulau dan pantai untuk kawasan wisata, penghijauan atau bisnis.
Reklamasi ini berdampak pada perbatasan Indonesia dan Singapura. Jika
program reklamasi terus dilanjutkan dikhawatirkan perbatasan Indonesia-
Singapura akan berubah. Reklamasi juga memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan. Ancaman abrasi harus ditanggung pulau Indonesia
yang pasir-pasirnya dikeruk oleh Singapura.
Melihat ini keluarlah larangan ekspor pasir dari Indonesia. Larangan itu
berdasarkan Permendag No 02 Tahun 2007 tentang larangan ekspor pasir
dan tanah. Keputusan yang ditandatangani 22 Januari 2007
mempertimbangkan beratnya kerusakan lingkungan akibat penggalian pasir
di sekitar Riau.
4. Jual pembantu
Bukan soal politik atau ekonomi saja yang dirugikan, Singapura pernah
jelas-jelas melecehkan harga diri bangsa dengan menjual
pembantu-pembantu dari Indonesia layaknya dagangan di pasar. Di negara
itu, tepatnya di Bukit Timah Plaza Singapore, ditemukan banyak tabung
reklame neon tentang penjualan pekerja rumah tangga asal Jawa.
Hal itu disampaikan anggota DPR, Eva Kusuma Sundari, yang mendapat
informasi dari seorang warga negara Indonesia (WNI) di Negeri Singapura
itu, Senin (5/11).
"Tidak saja info yang diiklankan dan CV masing-masing TKW yang ditempel
di kaca, tetapi para TKW ini diberi seragam dan diminta duduk berjajar
layaknya barang dagangan dipajang untuk dipilih para pembeli," kata Eva
dalam siaran pers.
Eva mengatakan, iklan tersebut juga memuat sistem 'pembelian' TKW asal Jawa dengan cara tidak memberi gaji selama enam bulan.
"Ini menyedihkan, karena di UEA (Uni Emirat Arab) sendiri pemerintahnya
melarang potongan gaji tiga bulan sekali pun. Celakanya, cara 'menjual'
TKW Jawa yang demikian ini dilakukan oleh banyak agensi di mal-mal
seantero Singapura," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) ini.
Menurut Eva, cara 'penjualan' TKW di mal Singapura ini nyaris mendekati
penjualan budak di zaman pertengahan. Hal ini lebih tragis dari Malaysia
dan Yordania yang iklannya berupa selebaran-selebaran sembunyi.
"Bedanya (di Singapura) adalah adanya unsur sukarela dari TKW dan ada
keterlibatan (kelalaian) negara (pengirim maupun penerima) di dalamnya,"
ujar dia.
5. Tempat penyimpanan uang koruptor
Selain Swiss, para mafia dan koruptor sering menjadikan Singapura
sebagai tempat aman mereka menaruh uang mereka. Bahkan CNBC menilai
dengan pajak yang lebih rendah dari Swiss, Singapura kini menjadi
primadona bagi para penjahat untuk menaruh uang gelap mereka.
Selain pajak yang rendah, pelayanan dan keamanan bank-bank di Singapura
juga bisa diacungi jempol. Uang yang telah nasabah simpan di Singapura
tidak mudah dipindahtangankan.
Beberapa koruptor Indonesia juga kedapatan punya uang yang disimpan di
sana. Yang teranyar Anas ditenggarai menyimpan uang senilai Rp. 2
triliun di Singapura. Begitu pun mantan rekan sepolitiknya, Nazaruddin
yang disebut memiliki uang jutaan dolar di Singapura.
loading...